Perceraian sebagai solusi terakhir dari
suatu ikatan perkawinan yang tidak dapat dipertahankan keadaanya adalah pilihan
yang dibenarkan secara hukum. Khusus bagi yang beragama Islam, maka proses perceraian
diajukan Pedngadilan Agama di wilayah hukum tempat tinggalnya perempuan baik
dalam kedudukan sebagai Penggugat maupun Tergugat. Sedang bagi non muslim, perceraian diajukan
pada pengadilan negeri tempat kedudukan Tergugat.
Dari beberapa kasus yang pernah
ditangani Penulis, ada salah satu pihak yang dalam hal ini berposisi sebagai
suami telah lama tidak diketahui keberadaannya. Sang Suami meninggalkan istri
dari tempat kediaman terakhir dalam waktu yang cukup lama (lebih dari dua
tahun) dan komunikasi antar keduanya terputus, baik melalui surat, telepon
maupun alat komunikasi lainnya. Dan bahkan keluarga sang suamipun tidak
mengetahui dimana keberadaan suaminya.
Sebuah perkawinan yang ideal tentunya
harus ada kejelasan dan kepastian, karena menyangkut banyak hal seperti harta
bersama, anak dan lain sebagainya yang harus tetap dijaga dan dipelihara
bersama sebagaimana layaknya bangunan sebuah rumah tangga.
Namun demikian, jika salah satu pihak
mengambil suatu ketetapan ingin bercerai dengan pasangannya lantaran tidak
memiliki kejelasan statusnya, maka hukum memfasilitasi perceraian ini yang
diistilahkan dengan perceraian yang di-ghoibkan karena keberadaan salah satu
pihak yang tidak jelas tersebut.
Menurut pasal 20
(2) PP.No.9/75 : “Dalam hal tempat kediaman Tergugat tidak jelas atau tidak
diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman tetap, gugatan perceraian
diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat”. Sedangkan pasal 27
(1) “Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut pasal 20 (2)
panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di
Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass
media lain yang ditetapkan oleh pengadilan.
Ayat ke 2 nya, pengumuman
seperti ayat 1 tersebut di lakukan sebanyak dua kali dengan tenggang waktu satu
bulan antara pengumuman pertama dan kedua. Ayat ke 3 nya Tengang waktu antara
panggilan terakhir sebagai yang dimaksud ayat 2) dengan persidangan ditetapkan
sekurang-kurangnya 3
(tiga) bulan. Dan
ayat ke (4) dalam hal sudah dilakukan sebagaimana maksud ayat (2) dan tergugat
atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat,
kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan.
Akan tetapi harus
diingat, supaya gugatan dikabulkan oleh majelis hakim yang memeriksa perkara,
alasan-alasan yang diajukan sebagai dasar perceraian harus sesuai dengan
ketentuan Pasal 19 huruf b PP. No.9/75 yakni sekurang-kurangnya telah 2 (dua)
tahun meninggalkan salah satu pihak secara berturut-turut tanpa izin salah satu
pihak atau tanpa alasan yang sah.
Proses perceraian
dengan cara dighoibkan ini, persidangannya relative singkat, tetapi menunggu
panggilan siding berikutnya memakan waktu cukup lama (sekitar 4 bulan). Apabila
cukup bukti (tertulis dan kesaksian yang diajukan dipersidangan), maka
Pengadilan akan mengabulkan gugatan perceraian tersebut.
Sumber:
Drs. Suyadi MH, Hakim PA Tulung Agung
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan