MENGELUARKAN
ANCAMAN, MEMBERIKAN PEKERJAAN YANG DILARANG UNDANG-UNDANG ATAU SERING TELAT MEMBAYAR UPAH
Seringkali kita mendengar keluhan dari seorang pekerja bahwa dirinya mendapat perlakuan yang kurang pantas dari pimpinan perusahaan. Dengan segala kewenangan dan kelebihan yang dimilikinya, terkadang pimpinan perusahaan dapat berbuat atau berkata-kata yang kurang pantas dan bahkan bernada ancaman.
Perilaku
semacam ini, sesunggunya sudah masuk juga ke wilayah hukum pidana, dan pekerja
dapat memperkarakan hal tersebut kepada kepolisian, yang tentunya harus
dilengkapi dengan bukti-bukti yang cukup dan saksi-saksi yang memadai, akan
tetapi karena kami sedang membahas masalah hubungan ketenagakerjaan maka solusi
yang akan dibahaspun akan ditinjau dari hukum ketenagakerjaan.
Selain hal
tersebut diatas, tidak sedikit pula keluhan disampaikan dengan kaitannya, sering
terlambatnya pembayaran gaji, lingkup pekerjaan yang tidak sesuai dengan
perjanjian kerja, disuruh melakukan suatu perbuatan yang dilarang undang-undang
dan lain sebagainya.
Apabila hal
ini terjadi pada diri Anda, maka sebaiknya Anda perhatikan ketentuan hukum di
bawah ini:
Dalam pasal
169 UU No. 13 Tahun 2003, dinyatakan bahwa:
(1) Pekerja/buruh dapat mengajukan
permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
a. Menganiaya, menghina secara kasar
atau mengancam pekerja/buruh.
b. Membujuk dan/atau menyuruh
pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
c. Tidak membayar upah tepat pada waktu
yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih.
d. Tidak melakukan kewajiban yang telah
dijanjikan kepada pekerja/buruh
e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk
melaksanakan diluar yang diperjanjikan, atau
f. Memberikan pekerjaan yang
membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan dan kesusilaan pekerja/buruh
sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan perjanjian kerja.
(2) Pemutusan
hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh berhak
mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang
penghargaan masa kerja 1(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(3) Dalam
hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka
pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat
(2) dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3).
Tetapi,
sekali lagi pekerja yang akan menempuh jalur ini harus berhati-hati, karena:
1. Diperlukan alat bukti yang cukup,
saksi-saksi yang memadai, karena jika tidak, sebagaimana yang disebutkan dalam
ayat (3) pasal 169 tersebut, maka akan berakibat Anda di PHK tanpa mendapatkan
uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja dari perusahaan, kecuali
uang uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4) yang nilainya akan sangat kecil. Selain itu, untuk
mendapatkan saksi ini tidaklah mudah, karena mungkin saksi-saksi yang mengetahui
kejadian perkara, adalah teman-teman Anda yang mungkin masih ingin tetap
bekerja diperusahaan tersebut, sehingga akan keberatan bila dijadikan saksi
dari pihak Anda.
2. Sebelum diajukan ke lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial, disyaratkan telah dilakukan
upaya penyelesaian bipartide antara pekerja dengan pihak pengusaha. Jadi Anda
tidak bisa langsung ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
sebelum Anda melakukan upaya penyelesain internal antara Anda dengan
perusahaan.
Adapun
keuntungan jika Anda menempuh jalur ini, dengan catatan pengusaha terbukti
melakukan salah satu tindakan sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 169
ayat (1) tersebut, maka Anda berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja 1(satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat
(4).
Sumber:
UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan